Pages

Thursday, November 22, 2012

Mengelola Wilayah Pesisir Berbasis Hak Nelayan

Lomba Esai Nasional EGSA FAIR 2012
Tema: Optimalisasi Peran Wilayah Pesisir Dalam Pembangunan Daerah
Peringkat: -
Pelaksana: EGSA Geografi UGM

Ironis, melihat kondisi para nelayan yang ada di Indonesia saat ini. Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo memaparkan bahwa jumlah nelayan miskin saat ini tercatat sebanyak 7,87 juta jiwa. Angka tersebut sama dengan 25,14% dari total jumlah penduduk miskin di Indonesia (lensaindonesia.com, 6 April 2012 diakses November 2012). Padahal sebagai sebuah negara maritim yang kaya akan sumberdaya alam, persoalan tersebut seharusnya tidak terjadi. Gambaran tersebut mengingatkan kita tentang sebuah anekdot: tikus yang mati kelaparan di lumbung padi.

Sebagai gambaran betapa kayanya sumberdaya alam Indonesia terutama yang ada dan tersimpan di kawasan pesisir dan lautan dapat dilihat pada beberapa poin di bawah ini (Sunoto, 2010):
a. Luas laut Indonesia adalah 5,8 juta km2 atau 2/3 luas wilayah Republik Indonesia dengan panjang garis pantai 95.181 km.
b. Potensi sumberdaya perikanan tangkap 6,4 juta ton per tahun.
c. Potensi tambak adalah sekitar 1.224.076 ha, tapi yang terealisasi barulah 612.530 ha.
d. Potensi budidaya laut sekitar 8.363.501 ha, tapi realisasi hanya 74.543 ha, jauh dari angka yang ditargetkan.

Adanya kontradiksi fakta antara potensi kelautan Indonesia dengan kondisi sosial-ekonomi nelayan saat ini, nampaknya perlu untuk menyoal kembali strategi pengelolaan kawasan pesisir yang selama ini telah dilakukan. Sudahkan program-program pembangunan yang saat ini berjalan atau akan berjalan benar-benar diformulasikan sesuai dengan pokok persoalan yang sedang dihadapi bersama. Tulisan berikut akan mencoba memaparkan beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk mengembangkan kawasan pesisir dengan pendekatan pembangunan berbasis hak nelayan.

Pengelolaan Berbasis Masyrakat: Tinjauan Teoritis

Pengelolaan Berbasis Masyarakat adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya alam di suatu kawasan dimana masyarakat lokal di kawasan tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya (Nurmalasari). Rustiadi (2003) menjelaskan bahwa paradigma pembangunan saat ini telah bergeser. Kegiatan pembangunan tidak lagi dimotori secara sentral oleh pihak pemerintahan. Namun semestinya ditujukan dan dilakukan oleh masyarakat lokal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Hal ini dilakukan demi terciptanya penyesuaian antara kapasitas masyarakat lokal dengan keadaan lingkungan serta potensi sumberdaya alamnya. Pemerintahan hanya menjadi fasilitator pembangunan, penyedia infrastruktur publik, serta merancang kebijakan dan struktur insentif ke arah peningkatan produktivitas pelaku ekonomi. Artinya, pendekatan pembangunan saat ini adalah pembangunan ekonomi yang berbasis komunitas lokal (Local Community-Based Economy).

Perumusan kebijakan pembangunan serta pengelolaan wilayah pesisir yang selama ini lebih banyak dilakukan secara top-down serta tidak memihak pada hak-hak nelayan sudah terbukti tidak cukup efektif untuk memberikan kesejahteraan bagi penduduk di wilayah pesisir (Nurmalasari). Menyerahkan kembali kepada penduduk lokal, kesempatan bagi mereka untuk mengkaji dan menginventarisasi potensi dan masalah yang menjadi prioritas untuk dikembangkan dan diselesaikan mungkin bisa menjadi jalan keluar untuk mengurangi kemiskinan para nelayan.

Secara skematis, berikut ini adalah aspek-aspek pengelolaan pesisir yang dapat difasilitasi oleh pihak pemerintahan dan dikelola bersama dengan masyarakat lokal:


Gambar 1. Aspek Pengelolaan Pesisir 
Sumber: dimodifikasi dari Kodoatie dan Sjarief, 2010 

Atas dasar itu maka dalam mengembangkan kawasan pesisir baik secara ekonomi, sosial, ataupun spasial sudah sepatutnya pula memperhatikan sumber daya lokal (local community-based resource) yang tersedia. Penduduk lokal di wilayah pesisir dengan dominasi mata pencarian nelayan harus diikutsertakan dalam perumusan kebijakan yang akan diimplementasikan sebagai program pembangunan wilayah pesisir. Dengan kata lain, hak nelayan untuk menyatakan pendapat, menyampaikan apa yang menjadi kebutuhan dan keinginanya seyogyanya menjadi dasar dan masukan dalam formulasi kebijakan. Tidak hanya sampai di situ, masyarakat pesisir dan para nelayan juga harus diberikan haknya untuk mengelola daerahnya secara penuh sehingga mereka tidak menjadi orang yang terpinggirkan di daerahnya sendiri. 

Hak-Hak Nelayan

Berikut ini adalah strategi yang dapat dilakukan untuk mengembalikan hak-hak nelayan dan penduduk lokal dalam konteks pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir:

1. Penataan ruang berbasis masyarakat
Salah satu hak masyarakat dalam pembangunan adalah peran aktif dalam penataan ruang (Kodoatie dan Sjarief, 2010). Oleh sebab itu penataan ruang wilayah pesisir sudah harus dilakukan dengan pendekatan partisipatif yang berbasis pada nelayan dan penduduk lokal. Dengan begitu pengaturan pemanfaatan ruang serta pengendalian ruang dapat secara langsung dilakukan oleh penduduk yang ada di wilayah pesisir dan konflik dapat diminimalisir. Selain itu, nelayan dan penduduk lokal pesisir dapat merasakan langsung manfaat dari penataan ruang yang mereka rumuskan bersama dengan pemerintah. 

2. Pesisir sebagai kawasan strategis
Dalam kacamata ekonomi wilayah, kawasan strategis dapat memberikan efek berganda (multiplier effect) secara lintas sektoral, lintas spasial, maupun lintas stakeholders (Rustiadi, 2012). Dengan mengembangkan wilayah pesisir sebagai kawasan strategis maka diharapkan akan memicu perkembangan ekonomi sektor-sektor lainnya, menggerakkan ekonomi masyarakat secara luas, dalam arti tidak terbatas ekonomi masyarakat kelas-kelas tertentu saja. 

3. Penyediaan fasilitas dan infrastruktur
Nelayan diberikan fasilitas dan infrastruktur yang lengkap untuk memaksimalkan potensi sumberdaya di wilayahnya. Misalnya dengan bantuan fasilitas untuk melaut seperti perahu, atau dengan menyediakan fasilitas budidaya perikanan tambak. Jaringan jalan, jaringan listrik, serta ketersedian air bersih juga menjadi faktor penting untuk mengembangkan wilayah pesisir yang terpusat pada para nelayan dan penduduk lokal. 

4. Konservasi wilayah pesisir berbasis masyarakat
Nelayan difasilitasi oleh pemerintahan dan bekerjasama dalam melakukan perlindungan dan pelestarian wilayah pesisir. Nelayan sebagai penduduk lokal tentu memiliki tingkat interaksi dengan alam dan lingkungan lebih besar, oleh karenanya kondisi tersebut dapat dimanfaatkan agar penduduk lokal menjadi pelaku utama konservasi wilayah pesisir tersebut. 

5. Transfer teknologi dan informasi 
Selama ini kualitas SDM di wilayah pesisir sering terlupakan karena program pembangunan lebih banyak melibatkan dan berfokus pada wilayah perkotaan. Padahal sebuah proses edukasi kepada nelayan dan penduduk lokal memegang peranan kunci untuk meningkatkan SDM di wilayah pesisir. Transfer teknologi dan informasi mengenai hal-hal terkait optimalisasi hasil perikanan dan kelautan serta potensi pengembangan wilayah pesisir dapat dilakukan agar nelayan dan penduduk wilayah pesisir dapat mengelola sumberdaya lokalnya dengan baik. 

Kesimpulan 

Mengembangkan daerah pesisir dengan tujuan untuk mensejahterakan nelayan dan penduduk lokal dapat dilakukan dengan menjadikan mereka sebagai pelaku utama pembangunan. Dengan mengembalikan hak-hak nelayan untuk merencanakan serta mengelola sumberdaya lokal yang ada di daerahnya dengan lima strategi: (1). Penataan ruang berbasis masyarakat (2). Menjadikan pesisir sebagai kawasan strategis (3). Menyediakan fasilitas dan infrastruktur yang memadai bagi para nelayan (4). Melakukan konservasi wilayah pesisir berbasis masyarakat lokal serta (5). Memberikan bekal teknologi dan informasi terbaru tentang perikanan, kelautan, dan pengelolaan daerah pesisir. 

Daftar Pustaka 

Damanik, M. R. (2010). Menggagas Tata Ruang Perairan Berbasis Hak Nelayan dalam Bulletin Penataan Ruang Edisi Mei-Juni 2010. 

Sunoto, (2010). Arah Kebijakan Pengembangan Konsep Minapolitan di Indonesia dalam Bulletin Penataan Ruang Edisi Maret-April 2010. 

Rustiadi, (2003). Pengembangan Wilayah Pesisir sebagai Kawasan Strategis Pembangunan Daerah. Makalah disampaikan dalam Pelatihan Pengelolaan dan Perencanaan Wilayah Pesisir secara Terpadu (ICZPM), kerjasama PKSPL IPB dengan Departemen Kelautan dan Perikanan. 11 Agustus – 18 Oktober 2003, di Bogor. 

Nurmalasari, Y. (tahun tidak diketahui). Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat. 

Kodoatie R. J. Dan Sjarief R. (2010). Tata Ruang Air. Yogyakarta: Penerbit Andi. 

Website 

http://www.lensaindonesia.com/2012/04/06/gawat-nelayan-miskin-di-indonesia-capai-78-juta-orang.html diakses November 2012

2 comments:

  1. mas renbayu. bisa tidak nelayan digaji??

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jika ada program padat karya bagi nelayan, kemungkinan besar nelayan bisa digaji :)

      Delete