Pages

Monday, November 5, 2012

Pemerataan Fasilitas Pendidikan di Daerah Terpencil Dengan Pemetaan Sekolah (School Mapping)

Latar Belakang

Pendidikan dinilai sebagai modal paling efektif untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia sangat menentukan kemajuan peradaban sebuah bangsa. Artinya dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan pondasi utama untuk menciptakan bangsa yang memiliki pembangunan yang pesat di berbagai bidang (ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, dan IPTEK).

Dengan tujuan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah sudah mencoba untuk mencanangkan program wajib belajar 12 tahun. Akan tetapi beberapa kendala masih harus dihadapi pemerintahan terkait dengan masalah kuantitas fasilitas pendidikan formal yaitu sekolah yang jumlahnya masih kurang. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Hamid Muhammad, bahwa untuk mendukung target tersebut, Indonesia membutuhkan 500 unit sekolah baru dan 14.000 ruang kelas baru (sumber: Kompas, 4 September 2012). Jumlah bangunan sekolah yang rusak pun tidak sedikit. Ada sekitar 13,19% bangunan sekolah dalam kondisi perlu diperbaiki (sumber: indonesiaberkibar).

Kebutuhan fasilitas sekolah baru, terutama sangat diperlukan bagi daerah-daerah pedesaan dan daerah pelosok. Ketidakmerataan fasilitas pendidikan di Indonesia, terutama di daerah pedesaan dan daerah terpencil sering mengundang tanya apa dan mengapa hal itu bisa terjadi. Anggaran pendidikan sebesar 20% belum juga cukup untuk memenuhi dan memeratakan kebutuhan masyarakat akan fasilitas sekolah. Fakta di atas telah menimbulkan pertanyaan dalam diri penulis yaitu “Bagaimanakah cara pemerataan fasilitas pendidikan bagi daerah pedesaan dan daerah terpencil di Indonesia?”

Berbicara tentang pemerataan, tentu akan mengerucut kepada masalah distribusi yang adil, menyeluruh, dan menjangkau. Dengan begitu, pemerataan fasilitas pendidikan tentu menuntut adanya distribusi fasilitas yang adil, menyeluruh, dan menjangkau. Distribusi sendiri selalu berkaitan dengan jumlah dan lokasi. Artinya, secara spasial, pemerataan fasilitas pendidikan bisa dilakukan dengan melakukan distribusi jumlah sekolah pada lokasi-lokasi tertentu yang masih dinilai kekurangan. Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tema tulisan ini akan mengangkat salah satu instrumen dan metode dalam memeratakan fasilitas pendidikan berdasarkan sudut pandang spasial (jumlah dan sebaran lokasi), yaitu dengan pemetaan sekolah atau school mapping.

Pemetaan Sekolah: Analisis Kebutuhan Fasilitas Pendidikan

Perumusan kebijakan pendidikan terkait pemerataan fasilitas sekolah hendaknya berdasar fakta kebutuhan di wilayahnya. Data tersebut dapat menjadi input yang nantinya diproses hingga menghasilkan output kebijakan yang baik. Tentunya output yang baik ditentukan dari input yang valid dan benar. Dengan begitu kebijakan yang dihasilkan pun tepat sasaran dan berguna bagi masyarakat.

Pemetaan sekolah (school mapping) adalah salah satu dari sekain banyak cara yang berguna sebagai penyuplai informasi bagi proses pembuatan kebijakan. Data dan fakta yang memberikan gambaran nyata dari suatu kondisi di wilayah tertentu menjadi input yang sifatnya representatif bagi daerah tersebut. Dengan harapan, output kebijakan yang dihasilkan memiliki visi jangka panjang yang ditujukan untuk meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, mutu, relevansi, kesetaraan, dan kepastian dalam memperoleh layanan pendidikan di Indonesia.

Surya (2012) menjelaskan definisi dari pemetaan sekolah sebagai berikut: 
“Pemetaan sekolah adalah suatu kegiatan untuk memberikan gambaran atau secara rinci dan tepat di permukaan suatu daerah tertentu mengenai keadaan sekolah serta hubungannya dengan jumlah anak usia sekolah, perkembangan pemukiman penduduk, sosial ekonomi dan lingkungan dalam arti luas.”
Berdasarkan definisi tersebut maka ada beberapa elemen data yang harus diperhatian dalam pemetaan sekolah antara lain (1). Keadaan sekolah pada daerah yang akan direncanakan, (2). Jumlah anak usia sekolah, (3). Perkembangan dan sebaran pemukiman penduduk, (4) Kondisi sosial dan ekonomi penduduk.

Pemetaan sekolah merupakan satu instrumen yang dikembangkan dari bidang kajian ilmu geografi. Media utama yang digunakan sebagai sarana untuk menggambarkan distribusi jumlah dan sebaran lokasi fasilitas pendidikan adalah dengan peta. Pemetaan sekolah terutama dapat dilakukan apabila sebuah daerah pemerintahan tertentu ingin membangun sekolah baru dan ingin menentukan lokasi yang tepat bagi sekolah tersebut agar dapat dijangkau oleh masyarakat (Hote, 2008). Bagi daerah terpencil dan daerah pedesaan, pemetaan sekolah akan sangat membantu melakukan redistribusi jumlah dan lokasi pendirian sekolah agar lebih merata.

Dilihat dari sudut pandang spasial, keterjangkauan lokasi adalah hal yang dapat menarik seseorang untuk selalu menggunakan fasilitas tersebut, tidak terkecuali dengan fasilitas pendidikan yaitu sekolah. Penggunaan sekolah terutama oleh anak-anak dan remaja tentu harus terletak di lokasi yang tidak terlalu jauh dan mudah dijangkau. Pemetaan sekolah menawarkan kemudahan sebagai sebuah instrumen analisis untuk menciptakan kebijakan pendidikan yang adil secara spasial. 

 
Gambar 1. Contoh Peta Sebaran Sekolah dan Sebaran Penduduk 
Sumber: Shah et. al.

Tahap-Tahap Pemetaan Sekolah 

Beberapa tahapan yang dapat dilakukan untuk melaksanakan pemetaan sekolah antara lain:

a. Pendataan jumlah dan lokasi sekolah 
Pendataan harus dilakukan untuk mengetahui jumlah dan lokasi eksisting sekolah yang telah dibangun di sebuah daerah. Pemetaan sekolah memerlukan data jumlah dan lokasi sekolah untuk mengetahui sebaran dan distribusi sekolah pada daerah tersebut. Data itu akan digunakan untuk menggambarkan keterjangkauan dan kekosongan fasilitas pendidikan di daerah yang belum dibangun sekolah. 

b. Pendataan kualitas bangunan gedung sekolah 
Selain data jumlah dan lokasi, pendataan kondisi kualitas gedung juga bisa dilakukan agar pekerjaan survei tidak perlu dilakukan dua kali. Kualitas bangunan gedung yang buruk harus segera pula diperbaiki agar warga sekolah dapat melakukan kegiatan belajar mengajar dengan tenang. Data sebaran jumlah dan lokasi bangunan gedung yang buruk akan sangat membantu untuk mengidentifikasi prioritas fasilitas pendidikan yang harus segera diperbaiki.

c. Pemetaan digital 
Setelah data-data jumlah dan lokasi fasilitas pendidikan didapatkan melalui survey, selanjutnya adalah pemetaan secara digital. Sumber peta dasar (basic map) bisa didapatkan secara gratis melalui media google earth atau wikimapia.org. Bagi pemetaan secara digital penggunaan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis dapat dilakukan. Atau secara sederhana, dapat pula dilakukan hanya dengan menitik lokasi-lokasi fasilitas sekolah pada peta yang sudah didapatkan dari google earth atau wikimapia.org. Dengan pemetaan digital sederhana ataupun dengan memanfaatkan perangkat lunak SIG, pemetaan fasilitas pendidikan bisa dengan mudah digambarkan dan dapat segera digunakan sebagai input bagi proses kebijakan pembangunan sekolah. 

Gambar 2. Peta Wilayah (citra satelit)
Sumber: wikimapia.org diakses November 2012 

Dalam melakukan pendataan dan pemetaan hendaknya mengikutsertakan masyarakat lokal. Partisipasi masyarakat dalam pemetaan sekolah akan membantu program pembangunan fasilitas sekolah agar tepat sasaran karena didasari pada kebutuhan masyarakat sendiri. Perumusan kebijakan dengan keterlibatan masyarakat merupakan wujud perumusan kebijakan bersifat bottom-up. Hal ini juga bertujuan untuk meverifikasi data yang didapat dengan masyarakat setempat agar validitasnya tinggi (Rantanen, 2007). 

 
Gambar 3. Pemetaan Partisipatif 
Sumber: maginternational.org diakses November 2012 

Kesimpulan dan Saran 

Pemetaan sekolah adalah alternatif cara untuk dapat merumuskan kebijakan pembangunan fasilitas pendidikan terutama sekolah yang dilihat dari sudut pandang spasial. Sebaran jumlah dan lokasi pendidikan sangat menentukan keterjangkauan pelayanan dari sekolah bagi warga daerah setempat. Jangan sampai terdapat kekosongan sebaran fasilitas yang menyebabkan sekelompok warga tidak bisa merasakan indahnya mendapatkan pelayanan pendidikan. 

Pemetaan sekolah juga akan sangat membantu kebijakan pendidikan terutama bagi daerah pedesaan dan terpencil. Dana yang dikeluarkan untuk pemetaan sekolah pun tidak terlalu besar karena sudah ada teknologi yang memudahkan serta dapat digunakan secara gratis yaitu google earth dan wikimapia.org. Jadi tidak perlu menunggu lagi untuk segera melakukan pemetaan sekolah agar redistribusi jumlah, lokasi, mutu, keterjangkauan, serta kesetaraan fasilitas pendidikan dapat dirasakan oleh semua warga Indonesia.

Daftar Pustaka

Hote, S. J. (2008). School Mapping and GIS in Education Micro-planning. Symposium to Honour the Work of Françoise Caillods, 3-4 Juli di Paris, Perancis. 

Rantanen, H. (2007). Mapping and Managing Local Knowledge in Urban Planning. International Conference Sustainable Urban Areas, 25-28 Juni di Rotterdam, Belanda. 

Shah, T. I., Bell, S., dan Elahi, M. School Mapping in Education Micro-Planning: A Case Study of Union Council Chak 84/15L, District Khanewal, Pakistan dalam Prairie Perspective: Geographical Essays Vol 14. 

Surya, P. (2012). Pemetaan Pendidikan (Education Mapping) Sebagai Dasar Meningkatkan Layanan Pendidikan. Makalah ICEMAL, 4-5 Juli 2012 di Malang, Indonesia. 

6 comments: