Pages

Wednesday, November 7, 2012

Sinergi Kampung dan RTH: Alternatif Solusi Masalah Lingkungan Perkotaan

Lomba esai nasional memperingati Hari Habitat Dunia 2011
Tema: Perumahan dan Kawasan Pemukiman ramah Lingkungan
Peringkat: Juara Nominasi III Kategori Mahasiswa
Pelaksana: Kementrian Perumahan Rakyat dan Sekretariat Nasional HABITAT Indonesia

I. Pendahuluan

A. Perubahan Iklim dan Fakta Perkotaan

Pemanasan global dan perubahan iklim masih menjadi masalah yang tak kunjung selesai. Berbagai dampaknya secara tidak kita sadari sudah sangat merugikan. Pola curah hujan berubah-ubah tanpa dapat diprediksi sehingga menyebabkan banjir di satu tempat, tetapi kekeringan di tempat yang lain. Tidak dapat diprediksinya kedatangan musim hujan ataupun kemarau yang mengakibatkan kerugian bagi petani karena musim tanam yang seharusnya dilakukan pada musim kemarau ternyata malah hujan. Dampak lain yang juga dirasakan begitu dekat adalah betapa panasnya suhu di sekitar perumahan dan tempat tinggal kita.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim, Hideyuki (2006) menyatakan bahwa industri, aktivitas perumahan, dan transportasi adalah tiga penyumbang utama dari emisi karbon. Emisi karbon inilah yang dibuang ke lingkungan alam sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan manusia (material flow) membuat gas buang seperti CO2, CH4 dan sebagainya makin bertambah di udara. Keadaan ini menyebabkan dampak rumah kaca dan pemanasan lingkungan dunia yang juga mengakibatkan kenaikan permukaan permukaan air laut, dan menyebabkan semakin rentannya kondisi lingkungan alam dan kehidupan manusia terhadap gangguan alam. Sehingga munculah sebuah resolusi bernama Protokol Kyoto yang berisi bahwa jumlah emisi serta gas-gas buang lain harus dapat berkurang pada tahun 2012 sebesar 5,2 % dari jumlah tahun 1990.

Beberapa data seperti yang dikeluarkan oleh IPCC disebutkan bahwa pemanasan global yang disebabkan oleh ulah manusia akan meningkatkan suhu global dunia sekitar 1,4 sampai 5,8 derajat Celcius terutama di perkotaan. Meningkatnya suhu dan pencemaran udara di perkotaan menjadi sangat tinggi akibat dari kegiatan manusia seperti transportasi, pembangunan lahan-lahan hijau, hingga dalam skala rumah tangga yaitu penggunaan AC (Sudomo dalam Zubaidah, 2008). Padahal di Indonesia, masyarakat sudah banyak tinggal di perkotaan. Diperkuat dengan data bahwa pada tahun 2009 ada sebanyak 50% penduduk Indonesia telah tinggal di perkotaan, atau sekitar lebih dari 120 juta jiwa (BPS, 2009). Telah membuktikan bahwa setengah peradaban manusia di Indonesia adalah peradaban urban yang tinggal di kota.

B. Rumusan Masalah

Dalam UU No 26. Tahun 2007, pasal 29 ayat 2 pun sudah ditegaskan bahwa RTH di perkotaan yang ideal paling sedikit adalah 30 % dari luas seluruh kota. Namun konversi fungsi lahan perkotaan serta keterbatasan lahan membuat penyediaan RTH di perkotaan sulit dilakukan. Sehingga untuk bisa menyediakan lahan tersebut, tak jarang kota-kota besar menggusur kampung-kampung warga untuk dijadikan Ruang Terbuka Hijau. Mengorbankan warga kampung kota menjadi solusi pragmatis dari usaha untuk menyelamatkan lingkungan. Untuk itu harus ada satu gagasan yang bisa mengakomodir masalah lingkungan kota dan masalah sosial-ekonomi masyarakat. Salah satunya adalah dengan Sinergi Kampung dan RTH.

II. Tinjauan Pustaka

A. Kampung Kota

 Pemukiman kampung kota sangat mendominasi peruntukan lahan kota-kota di Indonesia (sekitar 70%) selain itu juga kampung menjadi satu tumpuan perumahan bagi penduduk kota, sekitar 70 sampai 85% (Kementrian Perumahan Rakyat, 2009). Saat pemerintah hanya mampu menyediakan sekitar 15% dari keseluruhan kebutuhan rumah perkotaan. Dengan demikian, saat membicarakan tentang kota di Indonesia, kita tidak akan bisa terlepas dari Kampung Kota. Kampung tidak hanya menjadi satu bagian sistem fisik perkotaan, tapi juga menjadi bagian dari sistem sosial perkotaan (Guiness, 1986).

B. Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Ruang terbuka hijau kota adalah bagian dari penataan ruang perkotaan yang juga berfungsi menjadi kawasan lindung, biasanya difungsikan sebagai taman, hutan kota, area rekreasi dan juga jalur hijau (Eko Budiharjo, 2010). Penyediaan RTH harus yang efektif dan efisien. Efektif dan efisien yang dimaksud adalah bahwa RTH harus mampu memberikan fungsi intrinsik (ekologi) dan juga fungsi ekstrinsik (sosial, budaya, ekonomi, estetika) bagi kawasan di sekitarnya (Permen PU No 5 Tahun 2008).

III. Pembahasan

A. Konsep Ide dan Manfaat

Dalam tulisan ini dimuat gagasan bahwa dua variable yang sering bertentangan dan menjadi konflik dalam penataan kota bisa digabungkan dengan cara mensinergikan kampung dan RTH. Konsep dasar ide ini adalah dengan mengakumulasikan luasan RTH per kampung yang kecil, tapi bila digabungkan dengan keseluruhan RTH di tiap kampung dalam satu kota akan terakumulasi RTH dengan jumlah yang besar dan distribusinya merata.

Untuk mensiasati agar berbagai kerusakan lingkungan dan pencemaran udara perkotaan bisa dikurangi dilakukan beberapa cara, salah satunya dengan meningkatkan jumlah luasan Ruang Terbuka Hijau. Hal ini dikarenakan tanaman adalah satu-satunya cara paling alami dan efektif dalam menetralisir jumlah emisi dan gas-gas buang lain di udara.

No
Tipe Pohon
Daya Serap CO2 (kg/ha/jam)
Daya Serap CO2 (ton/ha/tahun)
1
Pohon
129,92
569,07
2
Semak dan Perdu
12,56
55
3
Sawah
2,74
12
 Sumber: Ratri, 2010

Sedangkan kampung yang mendominasi peruntukan lahan kota-kota di Indonesia (sekitar 70%) sebagai sebuah perumahan padat seringkali menimbulkan masalah-masalah lingkungan seperti kekumuhan dan menutupi lahan-lahan konservasi seperti DAS. Namun dengan potensi mendominasi peruntukan lahan kota, kampung bisa menjadi lokasi RTH yang efektif. Tentu saja dengan tidak mengorbankan penduduk yang menempatinya. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, mengorbankan salah satu elemen pembangunan tentu saja bertentangan.

Dengan mensinergikan Kampung dan RTH diharapkan bisa memberikan nilai-nilai manfaat sebagaimana disebutkan dalam permen PU No 5 Tahun 2008:
• Nilai Ekologi
Lahan perumahan seperti kampung banyak memiliki masalah lingkungan baik itu polusi udara, polusi air tanah, dan lain-lain. Menempatkan RTH Kota pada kampung-kampung bisa mengatasi masalah lingkungan secara lokal (kampung) namun memberi manfaat secara global (kota).
• Nilai Sosial
Adanya RTH di kampung kota memberikan fungsi sebagai sarana rekreasi bagi warga. Sifatnya sebagai ruang publik juga bisa menjadi sarana berkumpul. Tentu saja memberi dampak sosial yang besar bagi warga.
• Nilai Ekonomi
RTH di kampung bisa dimanfaatkan sebagai apotik hidup atau tanaman produktif lainnya. Ini bisa memberikan nilai tambah ekonomi secara pasif bagi warga kampung.

B. Aplikasi Ide

Untuk mempermudah mencerna gagasan di atas maka beberapa contoh kasus akan dipaparkan pada bagian ini. Contoh ini mengambil kasus di salah satu perkampungan Kota Yogyakarta di Kelurahan Karangwaru.

1. Alisis kebutuhan RTH di kampung 
Misalnya jumlah warga kita asumsikan ada 167 KK dengan masing-masing KK memiliki 4 jiwa. Maka jumlah total warga : 167 x 4 = 668 jiwa. Standar baku kebutuhan Oksigen/jiwa = 840 gram/ hari, maka kebutuhan kebutuhan Oksigen warga Karangwaru adalah : 668 x 840 gram = 561120 gram/hari. Lalu hitung kebutuhan RTH dengan rumus: Maka kebutuhan RTH Kawasan Karangwaru adalah 5541,92 m2 atau sekitar 0,55 Ha dari total keseluruhan luas kawasan sebesar 4 Ha. Degan catatan bahwa variable jumlah kendaraan dan jumlah ternak dihilangkan. Sumber perhitungan di atas didapatkan dari Permen PU No 5 Tahun 2008 berikut:


2. Analisis Potensi Lokasi RTH 
Dalam kasus ini misalnya Karangwaru memiliki 10 titik potensi yang bisa dimanfaatkan sebagai RTH. Yang berpotensi menjadi RTH biasanya lapangan, lahan RW, lahan kosong, daerah aliran sungai, dan pekarangan warga.

 sumber: analisa penulis, 2011

3. Pembangunan RTH 
Lokasi-lokasi yang menjadi titik-titik yang digunakan untuk pembangunan RTH baik itu berupa taman RW, lapangan, taman rekreasi anak dan sebagainya. Asalkan perbadingan luasan area hijau dan area terbangun taman tidak lebih dari 80:20. Agar fungsionalitas RTH sebagai ruang resapan dan konservasi udara dan suhu tetap terjaga.
RTH memiliki manfaat lain berupa penurunan suhu lokal. Urban Heat Island atau fenomena peningkatan suhu lokal kawasan (kota, perumahan, dan kampung) adalah masalah yang banyak dialami oleh warga perkotaan dan mengganggu kenyamanan lingkungan perumahan. Dengan menambah jumlah RTH, suhu lingkungan perumahan bisa turun sekitar 3-5 derajat. Berikut adalah bukti dari contoh analisa suhu kawasan Karangwaru. Warna biru adalah lokasi sekitar lapangan dan taman RW menunjukan suhu udara yang lebih dingin dibandingkan suhu di tengah perumahan.

 sumber: analisa penulis, 2011

IV. Penutup

Dengan mendistribusikan RTH di tiap-tiap kampung maka kualitas lingkungan perkotaan bisa diselesaikan dari tingkatan terkecil (lokal kampung) hingga tingkatan terbesar (kota). Kampung yang dinilai kumuh dan sering menjadi korban penggusuran demi meningkatkan jumlah RTH perkotaan sekarang bisa menjadi kampung yang bersih dan hijau. Kualitas perumahan kampung kota pun meningkat dan ramah lingkungan. Dampaknya bagi kota, jumlah luasan standar RTH yang diatur dalam UU Penataan Ruang dengan luasan 30% dari total keseluruhan luas kota bisa dipenuhi. Kualitas udara kota serta air tanah pun bisa turut dijaga demi terciptanya kota yang ramah lingkungan, humanis, dan berkelanjutan. 

No comments:

Post a Comment